Kita diciptakan memang berbeda bagaikan langit dan bumi, tapi kita mampu menaklukkan perbedaan itu.Kamu diciptakan jauh lebih beruntung dariku.Kamu terlahir dari keluarga kaya raya dan anak tunggal pula.Papa dan Mamamu pengusaha sukses sedangkan aku terlahir dari keluarga biasa saja.Ayah dan ibuku seorang pegawai negeri yang mempunyai 4 anak,tapi aku sangat bersyukur meskipun dari keluarga sederhana tapi orang tua ku selalu mengusahakan yang terbaik untuk anak-anaknya.
Namaku Rudi Wijaya aku adalah anak pertama dari keluarga Wijaya.Tiga saudaraku perempuan semua.Aku sangat menyayangi mereka begitu pula dengan mu Irene kekasihku. Aku sangat mencintaimu.Sudah 3 tahun kita pacaran dan kamu mau menerima ku apa adanya.Begitu pula dengan keluargamu.Kadang aku bertanya-tanya mengapa kamu dan keluargamu mau menerima ku apa adanya. Apa karena aku ganteng? apa karena aku pintar ?atau karena aku terlihat dewasa?. Ah... Irene setiap aku bertanya selalu saja kau jawab "semua tipe lelaki idaman ada di diri mu" membuat ku besar kepala.
Bulan depan kita akan menikah.Tak terasa waktu begitu cepat,tapi sejujurnya berat rasanya meninggalkan kampung halamanku dan harus tinggal di Jakarta mengikuti mu.Kenapa sih Irene kamu tak mau tinggal di kota ini?toh selama ini kamu kuliah disini.Dari kampus inilah kita berkenalan,pacaran dan selangkah lagi kita menuju pelaminan.Sebenarnya aku ingin menunda pernikahan ini. Karena kita sama-sama baru lulus kuliah dan belum bekerja.Tak masalah jika kamu tak kerja,tapi setidaknya ijinkan aku mencari pekerjaan dulu supaya bisa menafkahimu.Kamu dan orang tuamu memaksa ku,supaya pernikahan ini dipercepat saja.Kata Papamu,masalah pekerjaan bisa dipikirkan nanti.Papamu juga bilang kalau beliau yang akan memberiku pekerjaan.Rasanya aku malu sekali dan berusaha menolak tapi demi kamu aku rela mengalah.
Hari ini adalah hari pernikahan kita.Akhirnya kita resmi menjadi pasangan suami-istri.Aku bahagia sekali akhirnya bisa memilikimu.Aku harus mencoba beradaptasi dengan keluargamu yang hidup serba mewah.Orang tuamu tampak sangat bahagia melihat putri satu-satunya menikah dengan pesta yang mewah dan meriah.Papamu memberi kado pernikahan sebuah rumah mewah beserta isi dan asisten rumah tangganya.Sebenarnya aku menolaknya tapi kamu memaksa ku untuk menerimanya.Dan lagi bisa apa aku selain memenuhi keinginanmu.
Sepekan setelah menikah.kita menempati rumah baru itu. Jujur ada perasaan campur aduk antara senang dan malu.Senang karena kamu bisa tinggal dengan nyaman di rumah ini.Malu karena rumah ini bukan dari hasil kerja kerasku.Aku seperti numpang hidup di sini.Tapi demi kebahagiaanmu aku rela melakukan apa saja.Kita berusaha memahami satu sama lain,menyatukan perbedaan yang ada.Sedikit demi sedikit aku akan mengubah sifat manja dan kekanak-kanakanmu, walaupun butuh waktu lama untuk mengubah sifatmu itu.Semua butuh proses dan aku yakin kamu bisa berubah.
Aku sudah bekerja dan aku bisa memberimu nafkah bulanan.Walaupun modal usahanya dari Papamu,tapi aku bangga karena berkat kerja kerasku toko bangunan ku semakin hari semakin laris dan semakin berkembang pesat.Karena tokoku semakin besar otomatis uang bulanamu semakin bertambah.tapi kamu tetap masih merasa kurang dengan uang bulanan yang aku berikan.Padahal uang itu lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup kita.Dan kamu Irene kamu masih saja meminta uang dari Papamu.Betapa malu nya aku sebagai kepala rumah tangga. Hilang harga diriku.Harusnya kamu menghargai ku sebagai kepala rumah tangga yang mempunyai kewajiban memberi nafkah padamu.Kamu bukan lagi kewajiban orang tuamu.Meskipun orang tuamu mampu tetapi berusahalah hidup mandiri bersamaku tanpa harus memita- minta setiap bulannya.Berhematlah jangan sering jalan dengan teman-temanmu dan menghambur hamburkan uang.Dewasalah sedikit Irane kurangilah sifat manjamu.
Tahun demi tahun kita lewati bersama,tapi kamu tetap saja tak berubah,malah semakin parah.Tanpa rasa malu kamu meminta ini itu kepada orang tuamu.Bahkan kamu tak pernah mengurusi Dias dan Devi ke dua buah hati kita. Kamu benar-benar tak bisa mandiri dan masih saja bersikap manja.Aku sudah berusaha bilang ke orang tuamu kalau tak usah memanjakan mu karena kamu bukan anak kecil lagi. Kamu sudah dewasa bahkan kini sudah menjadi seorang Ibu.Tapi lagi dan lagi kedua orang tuamu tak mempedulikan ku.Mereka begitu karena kamu anak tunggal satu-satunya.
Aku berusaha sabar dalam menghadapi mu tapi kesabaranku ada batasnya.Kamu semakin menjadi-jadi, selain tak mau mengurus anak-anak.Kamu juga sering pergi tanpa pamit.Pergi main,arisan dan kumpul-kumpul dengan teman-teman arisan mu.Berulang kali aku menegurmu dan seperti biasa kamu tak mau mendengar nasehat ku.Aku sama sekali tak dihargai sebagai suamimu.Kita jadi sering bertengkar.Kamu telah berubah, kamu tak lagi manis dan penurut seperti ketika masih pacaran dulu.
Rumah tangga kita benar-benar sedang diuji dan puncak ujian itu adalah ketika kamu pulang pagi. Aku benar-benar tak bisa membendung emosi dan aku membentak mu.Kita bertengkar hebat.Kamu menangis dan dasar si anak mama,kamu langsung mengadu ke orang tuamu.Mereka berdua tidak terima.Aku di caci-maki, bahkan mereka mengungkit masa lalu ku.Kata Papamu aku tanpa mereka bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa.Kata mereka harusnya aku bersyukur laki-laki tak punya apa-apa bisa menikahi putri kaya raya.Aku sudah tak tahan lagi mendengar hinaan mereka.Aku seperti pria yang tak punya harga diri atau bahkan harga diriku sudah diinjak-injak.
Setelah penghinaan itu aku putuskan untuk pulang ke kota kelahiranku.Aku mengajak ke dua buah hati kita.Aku tak tega meninggalkannya karena aku tahu kamu tak mungkin mengurusinya.Kamu berusaha menghalangi ku tapi aku tak peduli, karena kamu tak pernah menghargai ku sebagai suamimu.
Akhirnya sampai juga aku dirumah orang tuaku.Rumah yang sangat aku rindu kan.Rumah yang selalu ada kehangatan didalamnya.Rumah yang walaupun tak sebagus rumah Papamu di Jakarta,tapi ada sejuta kebahagiaan di dalam rumah ini.Dirumah ini pula akan aku susun kembali masa depanku dengan anak-anakku.
Rintik-rintik hujan menghiasi pagi ini.Aku duduk termenung sambil menikmati segelas kopi hangat dan sepotong pisang goreng diteras.Pandanganku sesekali melihat Dias dan Devi bermain hujan-hujanan dengan teman seusianya dihalaman rumah.Tawa riang dan sorak sorai terdengar meriah ditelingaku.Sudah hampir sepekan aku ada di kampung ini.Aku dan kamu benar-benar sudah tidak ada komunikasi.Bahkan anak-anakmu tak pernah menanyakanmu.Mereka tampak biasa saja tanpa kehadiranmu.Mungkin karena terlalu sering kamu tinggal dahulu.
Suara riuh anak kecil mendadak menghilang ketika ada mobil memasuki halaman rumah.Aku sudah tak asing lagi dengan pemilik mobil itu.Dan benar saja kamu dan orang tuamu turun dan langsung menghampiri Dias dan Devi.Kamu berusaha memeluk mereka tetapi mereka malah menghindar dan berlari ke arahku.Kamu langsung menghampiriku dan memelukku sambil menangis dan meminta maaf atas semua yang terjadi.Kedua orang tuamu juga meminta maaf karena telah menghinaku dan telah memanjakanmu.
Aku bersedia memaafkanmu asalkan kamu mau berubah.Aku tak mau lagi tinggal di Jakarta.Aku maunya kamu ikut tinggal denganku di kota ini.Kita memulai lembaran baru dan kamu harus siap hidup sederhana dan apa adanya.Kita akan membeli rumah kecil dan merintis usaha bersama.Aku juga akan berusaha membahagiakanmu dengan kerja kerasku.Kamu dan kedua orang tuamu setuju.Terima kasih Irene kamu telah mengalah.Itu tandanya kamu menghargaiku.Kita akan menata masa depan kita bersama keluarga kecil kita.Semoga aku mampu membahagiakanmu.
Yogyakarta, 06 April 2013
Penulis: Etik Noviana
Komentar
Posting Komentar