SEBUAH PENANTIAN
Waktu berjalan begitu cepat.Tak terasa hari sudah menjelang sore.Aku harus segera melaksanakan kewajibanku mengajar membaca Alquran anak-anak di masjid.Ku lirik jam dinding di ruang tengah waktu sudah menunjukkan pukul setengah empat sore.Aku harus buru-buru mandi, sholat Ashar dan berangkat ke masjid. Aku tak mau adik-adik menunggu terlalu lama.
Namaku Syifa Karina.Umur ku 29 tahun.Aku masih single.Padahal teman-teman sebaya ku sudah banyak yang sudah menikah.Bahkan ada juga yang sudah memiliki anak.Sedangkan aku sampai detik ini aku belum pernah merasakan yang namanya pacaran.Tapi ya sudahlah mungkin memang aku belum bertemu jodoh ku.
Kulangkahkan kakiku menuju masjid sambil sesekali menyapa warga yang melintas.Karena jarak rumahku menuju masjid cukup dekat ,tak membutuhkan waktu yang lama aku sampai ditempat ini.Ada perasaan bahagia bila mengajar membaca Alquran adik-adik.Aku bisa melihat semangat dan kesungguhan adik-adik dalam membaca Alquran.Bahkan sesekali ada kejadian-kejadian lucu yang membuat ku tertawa.Tapi yang terpenting aku suka anak-anak, aku ingin mereka bisa membaca Alquran dengan benar dan lancar.
Aku adalah seorang remaja masjid.Setiap hari aku selalu sholat berjamaah di sini.Di masjid inilah aku bisa selalu melihat Ilham. ya... sudah 2 tahun ini aku begitu mengagumi dan memperhatikan sosok nya. Padahal Ilham umurnya jauh lebih muda dariku.Kira-kira umurnya 23 tahun. Walaupun masih muda tapi dia begitu dewasa.Ilham seorang mahasiswa akhir sebentar lagi wisuda.Dia ganteng, pintar dan lahir dari keluarga yang berada.Dialah sang ketua remaja masjid di sini.Banyak wanita yang mengejar dan mendamba nya.
Terkadang aku heran dengan perasaan ku.Bukannya aku mengenal Ilham sudah dari dulu, tapi mengapa perasaan ini muncul akhir-akhir ini,mungkin karena seringnya kita bertemu sehingga benih-benih cinta itu muncul juga. Tapi aku tak boleh bermimpi terlalu tinggi, kalau jatuh pasti rasanya sakit sekali.Aku juga tudak boleh terlalu mengharapkan Ilham,Saingan ku terlalu banyak dan terlalu berat.Aku harusnya berkaca siapa aku ini, sudah pantaskah aku mengharapkan Ilham?.
Malam ini adalah rapat pembentukan panitia lomba di masjid.Walaupun sedang tidak enak badan, aku tetap semangat hadir.Tapi baru saja sampai halaman masjid aku pingsan.Dan ketika sadar aku sudah berada didalam rumah.Rupanya Ilham,Iksan, Ratna dan Nurul yang mengantarku ke rumah.Aku sangat berterima kasih kepada mereka.
Sejak peristiwa itu Ilham jadi sering main ke rumahku. Kita jadi semakin dekat.Aku sangat senang bisa lebih dekat dengan Ilham.Rupanya selama ini Ilham juga sering memperhatikan ku.Ilham bilang ia kagum ke padaku. Katanya aku ini lain dari yang lain.Kemana-mana selalu menutup aurat sedangkan cewek-cewek yang lain menutup aurat ketika ada pengajian di masjid saja. Ah... Ilham kata-katamu membuat ku besar kepala.
Kini di masjid kami selalu menjadi topik pembicaraan.Banyak yang iri melihat kedekatan kami.Padahal kami hanya berteman saja.Walaupun sejujurnya aku ingin lebih dari sekedar teman.Tapi mana mungkin semua terjadi.Dan kalau terus-terusan di sorot aku jadi takut Ilham akan menjauhi ku.Aku tak mau itu benar-benar terjadi.
Tapi apa yang aku takut kan tak terjadi.kAu dan Ilham semakin dekat.Aku sangat bersyukur.kita tidak hanya sering datang ke masjid bersama, tapi Ilham juga semakin sering main kerumah.Walaupun kadang-kadang alasannya mencari Syam adikku.Semakin hari semakin bertambah rasa cintaku padanya, tapi aku tak pernah tau perasaan Ilham kepadaku.Mungkin Ilham hanya menganggap ku sebagai kakak.
Sore ini seperti biasa aku mengajak adik-adik belajar membaca Alquran.Dan seperti biasa pula Ilham juga datang mengajar.Baru sampai pintu masjid Ilham keluar lagi karena ternyata ibunya menyusul ke masjid. Aku mendengar dengan jelas ibunya menasehati Ilham.Ibunya melarangnya untuk dekat-dekat denganku.Kata beliau aku tak pantas buat Ilham.Umur ku terlampau jauh dengan umur Ilham.Dan dari segi fisik aku memang tak cantik.Wajah ku biasa biasa saja.Masih banyak cewek lain yang lebih pantas untuknya. Aku tau ibu Ilham sengaja mengeraskan suaranya supaya aku mendengar pembicaraan itu. Tidak hanya aku yang mendengar,tapi seisi masjid juga mendengar. Aku malu..., ingin rasanya aku berlari pulang, tapi kaki ini berat untuk melangkah. Sebenarnya aku juga tau kalau Ilham juga malu dengan kelakuan ibunya dan berusaha membujuknya pulang.
Sejak peristiwa di masjid itu, pelan-pelan aku mulai menjauhi Ilham.Selain malu karena jadi omongan tetangga aku juga malu dengan diriku sendiri.Harusnya aku sadar diri aku tak pantas berdekatan dengan Ilham. Tapi Ilham nampaknya tak terima kalau aku menjauhinya. Dia berusaha semakin mendekati ku dan semakin sering datang kerumah dan bahkan yang lebih parahnya lagi Ilham ingin melamar ku. Rasanya seperti mimpi mendengar ucapan Ilham.Rasanya tak percaya mendengar ucapanya.
Sungguh perkataan Ilham membuatku tak percaya.Aku tak menyangka teryata dia juga mencintaiku.Pernyataan cintannya membuatku melambung tinggi.Ilham berusaha meyakinkan ku bahwa dia benar-benar mencintai dan menginginkan ku menjadi pendamping hidupnya.Dia mengajakku untuk berjuang bersama mendapatkan restu ibunya.Dan aku menyanggupinya.
Rupanya impian kami tak berjalan mulus.Ibu Ilham masih saja tak setuju dengan hubungan kami. Alasannya Ilham belum bekerja, kalau menikah sekarang ibunya takut Ilham akan malu kalau aku yang bekerja.Ya... aku adalah seorang pegawai negeri yang bekerja di kantor.Tapi aku ikhlas kalau harus bekerja sendiri.Toh Ilham juga sudah mempunyai penghasilan dari ternak ikan dan ayam dirumahnya.Aku yakin lambat laun Ilham pun akan mendapatkan pekerjaan sesuai bidangnya.
Hampir 2 tahun hubungan ini terkatung-katung.Ilham masih saja terus berjuang mendapatkan restu itu. Aku rasanya hampir putus asa.Usiaku juga setiap hari semakin bertambah.Kalau terus-terusan menunggu Ilham, bukan tidak mungkin aku jadi perawan tua.Tapi aku juga tak mungkin meninggalkan Ilham.Aku sangat mencintainya dialah cinta pertamaku dan aku tak boleh menyerah memperjuangkan cinta itu.
Akhirnya Ilham mendapatkan pekerjaan juga.Bahkan sama sepertiku menjadi pegawai negeri seperti impian ibunya.Aku turut bahagia karena Ilham akan segera melamar ku.Tetapi lagi-lagi ibunya tak setuju bahkan ibunya malah menjodohkan Ilham dengan anak temannya.Betapa hancur hatiku mendengar perkataan ibunya.Rasanya penantian ku sia-sia saja.Ternyata selama ini ibunya Ilham hanya mengulur-ulur waktu dan semua yang dahulu Beliau ucapkan hanya alasan semata.Pada dasarnya Beliau memang tidak suka padaku.Begitu buruk-nya aku di mata ibunya, sehingga aku benar-benar tak pantas menjadi pendamping anaknya.
Aku mencoba ikhlas menerima cobaan ini.Mungkin kami memang belum berjodoh.Cinta tak harus memiliki. Aku bahkan tak pernah menyalahkan Ilham kalau akhirnya harus menyerah dan menerima permintaan ibunya.Aku yakin suatu saat Ilham akan bahagia dengan pilihan Ibunya.Dan aku yakin suatu saat nanti aku akan menemukan pria yang jauh lebih baik dari Ilham sebagai imamku di usia ku yang ke 35,40 atau bahkan 50 tahun nanti.
Yogyakarta, 13 April 2013
Penulis: Etik Noviana
Komentar
Posting Komentar